JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menargetkan persentase soal High Order Thinking Skills (HOTS) dalam ujian nasional (UN) akan terus ditambah. Ini agar mutu pendidikan di Indonesia bisa terangkat.
“Tahun ini soal HOTS hanya 10 persen. Tahun depan secara bertahap akan ditingkatkan. Paling maksimal 20 persen,” kata Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad di kantornya Senin (23/4).
Untuk memantapkan soal HOTS, guru-guru akan dilatih. Sebenarnya, menurut Hamid, sebagian guru sudah diberikan pelatihan tentang HOTS pada 2016.
Karena yang diberikan pelatihan belum mencakup semua guru hasilnya, alhasil banyak mengaku kaget. “Jangan cuma siswa disuruh belajar. Guru-guru juga harus belajar HOTS. Kalau belum dapat giliran pelatihan kan bisa belajar sendiri,” terang Hamid.
Dia menegaskan HOTS harus diperkenalkan kepada siswa. Jika tidak diperkenalkan mulai sekarang, sampai kapanpun nilai PISA Indonesia tidak bisa meningkat.
Dia menyebutkan pihaknya sudah melatih guru-guru SMA tentang HOTS sejak 2016 walaupun tidak merata.
“Memang butuh waktu tapi kamu kan tidak mungkin memperkenalkan itu sampai seluruh guru ditatar. Jadi harus paralel mekanismenya, mulai instruktur hingga ke kabupaten/kota,” ucapnya.
MENUAI KRITIK
Sementara itu, beberapa siswa memberikan tanggapannya mengenai HOTS saat diterapkan di UNBK SMA pada 9 hingga 12 April lalu. Melalui media sosial, para peserta UNBK SMA mengungkapkan keluh kesah mereka.
Sebagian besar menilai soal UNBK, terutama untuk mata pelajaran matematika, fisika dan kimia bagi peserta UNBK jurusan IPA, tidak sesuai dengan apa yang diajarkan. Sedangkan untuk peserta ujian jurusan IPS, soal yang dinilai tak sesuai dengan kisi-kisi yang diberikan adalah matematika dan ekonomi.
”Parah, soal UN matematikanya susah banget. Percuma belajar siang malam pagi sore, nggak ada yang keluar,” ungkap akun Twitter @_putrilee. Akun lainnya, @anon2585, malah meminta Mendikbud mengerjakan soal matematika agar tahu susahnya soal UNBK matematika pada tahun ini.
Pakar pendidikan sekaligus praktisi pembelajaran abad ke-21 Indra Charismiadji mengatakan HOTS merupakan konsep reformasi pendidikan yang dimulai pada abad ke-21. Tujuannya, proses pendidikan dapat mencetak sumber daya manusia yang mampu menghadapi revolusi industri 4.0.
Pada era revolusi industri 4.0, sumber daya manusia tidak sebatas menjadi pekerja yang mengikuti perintah. ”Tetapi juga memiliki keterampilan abad XXI,” ujarnya kepada Jawa Pos. Keterampilan abad ke-21 itu adalah manusia yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, berkolaborasi, berpikir krtis dan mampu menyelesaikan masalah, lalu kreatif serta mampu berinovasi.
Pakar pendidikan sekaligus Ketua Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Pengurus Besar PGRI Mohammad Abduhzen mengkritik penerapan HOTS. Menurut dia, sebelum pemerintah menerapkan HOTS ke UN, sebaiknya konsep dan praktik pembelajaran dibenahi dulu.
HOTS, tegas dia, bukan mata pelajaran dan juga bukan soal ujian. ”HOTS adalah tujuan akhir yang dicapai melalui pendekatan, proses, dan metode pembelajaran,” ucapnya.
Melalui HOTS, diharapkan siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Menurut Abduhzen, kekeliruan memahami konsep HOTS bisa berdampak pada kesalahan model pembelajaran. Kemudian membuat pembelajaran makin tidak efektif dan tidak produktif. (esy/wan/c9/kim/jpnn)